Menurut catatan sejarah, pada 1873, serdadu Belanda masuk ke Aceh untuk menguasai daerah tersebut. Namun, upaya Belanda untuk menguasai wilayah Aceh tidak dapat segera terlaksana. Mereka mendapat perlawanan sengit dari pejuang Aceh yang gagah berani. Bahkan, Jenderal Kohler yang memimpin penyerangan tersebut harus kehilangan nyawanya pada tahun 1873 itu juga.
Dia terkena tembakan tepat di dahinya di depan Masjid Raya Baiturrahman pada 14 April 1873.Usaha menguasai Aceh tersebut tetap tidak dapat berjalan mulus hingga pada tahun 1942. Belanda hanya dapat menguasai daerah perkotaan. Sedangkan, di daerah-daerah pedesaan, Belanda dapat dikatakan mengalami kekalahan.
Akibat penjajahan yang dilakukan selama 59 tahun itu, ribuan serdadu Belanda tewas. Serdadu yang terdiri dari orang Belanda sendiri dan pasukan antigerilya atau Marsose yang serdadunya berasal dari orang Jawa, Ambon dan Manado tewas di ujung senjata khas Aceh, yaitu Rencong dan bedil. Pada mulanya, mereka yang tewas di daerah-daerah pertempuran seperti Sigli, Samalanga, Meulaboh, Bakongan, Idi, Paya Bakong langsung dimakamkan di derah itu pula. Namun, karena banyaknya graven atau kompleks kuburan yang berceceran di Aceh, maka dilakukan upaya untuk mengumpulkan jasad para inlander tersebut menjadi satu.
Kerkoff yang sebelumnya merupakan kawasan ilalang dan kemudian menjadi kandang kuda disulap menjadi kompleks kuburan oleh Belanda. Saat ini, di sana dikuburkan 2.200 serdadu Belanda dari yang berpangkat Jenderal sampai berpangkat rendah.
Jasad-jasad tersebut dikumpulkan dari daerah-daerah. Misalnya di dinding gapura disebutkan serdadu Belanda yang tewas di Idi. Walaupun di dinding dicantumkan nama serdadu Marsose yang berasal dari orang Jawa atau Ambon seperti nama Paijo (ditambah nama-nama orang Jawa dan Ambon), namun mereka tidak dikuburkan di Kerkoff, tetapi mereka dikuburkan di Taman Makam Pahlawan sekitar 500 meter dari Kerkoff.
Uniknya, setelah Kohler tewas, pejuang Aceh tidak mengetahui, di mana jasadnya dikuburkan. Terakhir diketahui, Kohler dikuburkan di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun, karena kawasan Tanah Abang akan dibangun pertokoan, makam Kohler pun terkena penggusuran. Sehingga, sebagai peringatan sejarah dan atas permintaan Gubernur Aceh Muzakir Walad, jasad Kohler akhirnya dikubur ulang di Kerkoff, Banda Aceh pada 19 Mei 1978. Menurut cerita, pemakaman ulang Kohler di Kerkoff tersebut dihadiri oleh satu peleton tinggi Belanda. [Kohler ngerepotin banget yah?]
Kerkoff sendiri ternyata tidak hanya digunakan sebagai tempat peristirahatan yang terakhir bagi serdadu Belanda yang tewas karena pertempuran, tetapi juga karena sakit dikuburkan. Sejumlah pejabat tinggi perwakilan Belanda yang pernah bertugas di Aceh pun mewasiatkan untuk dikuburkan di lahan tersebut. Misalnya, A Ph Van Aken, Gubernur Belanda untuk Aceh yang tewas di Jakarta pada 1 April 1936 dalam kedudukannya sebagai anggota Dewan Hindian Belanda. Tokoh ini terbilang memiliki sikap lunak dan dikenal baik sehingga menarik simpatik masyarakat Aceh. Dia dikenal telah merenovasi kubah Masjid Raya Baiturrahman.
Sumber dana pada awalnya bersifat partikelir dan selanjutnya dilakukan upaya kampanye pengumpulan dana perawatan Kerkoff di Belanda. Hasilnya, terbentuklah Yayasan Peucut atau yang belakangan dikenal Stichting Renovatie Peucut. Dana dari yayasan tersebut disalurkan melalui Pemda Banda Aceh.
Sumber: Harian Sinar Harapan, 26 Agustus 2004
No comments:
Post a Comment